Dunia arsitektur dewasa ini juga kini dihadapkan pada suatu isu baru. Krisis energi karena sumber daya alam yang dieksploitasi sejak era industrialisasi dunia kini terasa gejalanya. Perubahan iklim, pemanasan global, dan bencana lainnya menjadi dampak dari krisis energi dan perusakan lingkungan. Jelas sekali dunia konstruksi menjadi salah satu penyebabnya. Sepertinya pernyataan tentang isu berkelanjutan melalui konferensi internasional yang menghasilkan pernyataan:
Kini menjadi keharusan karena tekanan keadaan.
Fenomena ini yang kemudian memberikan pelajaran bagi arsitektur kontemporer Indonesia . Dimana modernitas, lokalitas dan faktor ekologis kita yang memiliki iklim tropis harus dikedepankan. Pencarian beralih menuju arsitektur modern tropis. Beberapa arsitek muda kini juga berlomba-lomba untuk menyelamatkan keberadaan bumi ini. Seperti Adi Purnomo yang banyak menghasilkan karya rumah tinggal yang kaya akan area hijau, Jimmy Priatman yang berhasil membuat bangunan hemat energi dan masuk nominasi Aga Khan Award, dan tokoh arsitek muda lainnya.
Isu lainnya yang menjadi berkembang adalah ketersediaan lahan. Kurang berhasilnya penerapan otonomi daerah pemerintahan reformasi kita ini tetap menjadikan kota sebagai pusat perekonomian nasional. Akibatnya lahan di perkotaan semakin menipis. Membuat karya arsitektur selain ramah lingkungan kini dihadapkan pada suatu kenyataan penyempitan ruang binaan. Bangunan yang efisien dengan keadaan dan “compact” dengan segala bentuk keadaan mulai ditinjau dalam penerapan arsitektur kontemporer.
Tantangan ini yang kemudian menjadi “pekerjaan rumah” (PR) para arsitek muda kita sekarang dan untuk masa akan datang. Menjaga unsur lokalitas dan arus globalitas, antara tradisi dan isu terkini harus segera dijawab dengan sebuah karya yang nyata dan berkesinambungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar