Minggu, 09 Januari 2011

ARSITEKTUR ORGANIK

-->
ARSITEKTUR ORGANIK


Arsitektur organik adalah sebuah filosofi arsitektur yang mengangkat keselarasan antara tempat tinggal manusia dan alam melalui desain yang mendekatkan dengan harmonis antara lokasi bangunan, perabot, dan lingkungan menjadi bagian dari suatu komposisi, di persatukan dan saling berhubungan.

 Arsitek Gustav  Stickley, Antoni Gaudi, Frank Lioyd Wright, Louis Sullivan, Bruce Goff dan Anton Alberts adalah para arsitek yang terkenal dalam arsitektur organik.

Alberts adalah para arsitek yang terkenal dalam arsitektur organik.
Suatu contoh yang terkenal dalam arsitektur organik adalah falling water, tempat kediaman Frank Lioyd Wright di rancang pada keluarga Kaufmann di pedesaan Pensylyvania. Wright mempunyai banyak aneka pilihan untuk menempatkan suatu rumah pada lokasi tanah pedesaan yang besar, tetapi memilih untuk menempatkan rumah secara langsung pada lokasi yang curam di atas air terjun.



 

Ahli teori David Pearson mengusulkan daftar kea rah perancangan arsitektur organik. Aturan tersebut di kenal sebagai Piagam Gaia untuk arsitektur dan desain organic.
 Isi aturannya adalah di ilhami dari organisme,
a.       Mengikuti arus dan menyesuaikan diri,
b.      Mencukupi kebutuhan social. Fisik dan Rohani ,
c.       Tumbuh keluar dan unik,
d.      Menandai jiwa muda dan kesenangan,
e.       Mengikuti irama

Sumber : Dari berbagai sumber

Arsitektur Banjar,Keindahan Rumah Tropis yang Makin Langka


Arsitektur Banjar,Keindahan Rumah Tropis yang Makin Langka

Berita KOMPAS Jumat, 12 November 2004



JIKA berkunjung ke Kalimantan Selatan, jangan lupa perhatikan rumah-rumah penduduk dan kantor-kantor pemerintahan. Bangunan rumah banjar, merujuk nama suku yang mendiami provinsi seribu sungai, ini didominasi oleh rumah panggung. Tetapi, bukan itu yang menjadi daya tariknya.

HAL yang menarik adalah bentuk rumah dan hiasan atau ornamennya yang khas Banjar dan khas daerah tropis. Mayoritas rumah warga didominasi bahan baku kayu dan kayunya pun bukan sembarang kayu, yaitu kayu ulin. Rumah banjar asli juga kaya dengan berbagai ornamen.

Salah satu rumah banjar yang megah di jantung Kota Banjarmasin adalah rumah dinas Gubernur Kalimantan Selatan. Rumah tersebut didominasi berbagai motif ukiran yang terbuat dari kayu ulin. Atapnya yang menjulang tinggi itu terbuat dari sirap kayu ulin pula. Di luar dan di dalam ruangan penuh dengan berbagai ornamen banjar.

Syamsiar Seman, budayawan Banjar yang juga penulis belasan buku soal budaya Banjar, salah satunya buku Arsitektur Tradisional Banjar Kalimantan Selatan, mengemukakan bahwa rumah kediaman gubernur menerapkan rumah adat banjar tipe bubungan tinggi.

Rumah gubernur hanya salah satu saja di antara bangunan khas Banjar di Kalimantan Selatan. Kantor-kantor lain yang dibangun beberapa dekade yang lalu juga menerapkan arsitektur tradisional Banjar dengan tipe kebanyakan bubungan tinggi.
Rumah banjar tidak hanya kaya dengan ornamen, namun juga kaya dengan corak atau tipe. Syamsiar Seman merinci dalam delapan ciri rumah adat banjar. Dari delapan ciri itu, jumlah tipe rumah adat yang bisa ditemui mencapai 11 tipe.

Kedelapan ciri arsitektur rumah adat banjar itu adalah bangunan berbahan kayu, rumah panggung yang didukung tiang dari kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) yang sekarang makin langka, tipe simetris sayap kiri dan kanan seimbang, sebagian bangunan memiliki anjung (ruangan yang menjorok ke samping) di kanan dan kiri.

Selain itu, atap rumah terbuat dari sirap kayu ulin dan hanya memiliki dua tangga, yaitu tangga depan serta tangga belakang dengan jumlah anak tangga biasanya ganjil. Pintu hanya ada dua, yaitu di bagian depan dan belakang yang berada di tengah-tengah, dan terakhir adanya dinding pembatas (tawing halat) antara ruang depan dan ruang tengah.

Dari delapan ciri tersebut di masyarakat lahir 11 tipe rumah banjar. Salah satu yang dianggap tipe paling tua, menurut Syamsiar Seman, adalah tipe bubungan tinggi. Rumah tipe ini dikenal sebagai rumah bangsawan, dan pada zaman dulu merupakan istana Sultan Banjar.
Rumah kediaman gubernur secara umum mengadopsi ciri-ciri bubungan tinggi. Bangunannya terlihat megah dengan ukuran besar dan memanjang, serta memiliki tiang-tiang tinggi. Memiliki ruangan yang menempel pada samping kanan kiri rumah atau disebut anjung (konstruksi pisang sasikat).

Atap terlihat membubung tinggi berbentuk lancip dengan konstruksi atap pelana, membentuk sudut 45 derajat, khas rumah tropis. Menjorok ke depan terdapat bangunan atap memanjang yang disebut atap sindang langit.

Untuk menuju rumah panggung, terdapat tangga depan (tangga hadapan) di kanan kiri tangga terdapat semacam "pagar" yang diukir dengan motif bunga dan hiasan buah nanas.
Lepas dari tangga, terdapat palatar yang digunakan untuk tempat santai. Di sisi kanan kiri palatar terdapat pagar pengaman atau kandang rasi yang kaya dengan hiasan juga.
Bagian dalam rumah terdapat beberapa ruangan, yaitu ruangan kecil (panampik kecil), ruangan tengah (panampik tengah), dan ruangan besar (panampik basar). Setelah ruangan besar terdapat dinding pembatas dengan dua pintu kembar di kanan kirinya kaya dengan berbagai ukiran, mulai bentuk bunga, daun, hingga kaligrafi Arab.
Melewati tawing halat terdapat ruangan dalam yang disebut palidangan. Di bagian belakang ada ruangan bawah (panampik bawah) dan paling belakang ada dapur (padapuran).

SELAIN bubungan tinggi, terdapat 10 tipe rumah lainnya yang lebih muda umurnya, yaitu gajah baliku, gajah manyusu, balai laki, balai bini, palimasan, palimbangan, cacak burung atau anjung surung, tadah alas, joglo banjar, dan lanting.
Menurut Syamsiar, gajah baliku biasa dihuni saudara sultan, gajah manyusu dihuni keturunan raja dan para anggota keluarga bergelar gusti. Balai laki merupakan rumah tinggal punggawa mantri dan prajurit kesultanan Banjar.

Sedangkan rumah balai bini dulu dihuni para putri atau keluarga Sultan Banjar dari pihak wanita. Tipe palimasan dulu dihuni bendaharawan kerajaan yang memiliki emas dan perak, dan juga para saudagar dan pedagang kaya.
Tipe palimbangan dihuni para para tokoh agama dan ulama juga para saudagar kaya seperti pedagang intan. Cacak burung atau anjung surung biasa dihuni masyarakat kebanyakan, seperti petani dan pedagang kecil.
Setelah rumah-rumah di atas, kemudian lahir berbagai modifikasi. Di antaranya tadah alas yang merupakan modifikasi balai bini. Kemudian ada joglo banjar yang merupakan adaptasi dari joglo jawa, biasa dihuni para pedagang China yang memerlukan ruangan lebar untuk gudang dagangan.

Tipe rumah terakhir yang kontroversial adalah rumah lanting, yaitu rumah kecil yang terapung di pinggir sungai. Rumah portable ini sering tergusur berbagai proyek pembangunan karena dianggap membuat wajah kota semrawut.
Kini berbagai bentuk rumah itu memang masih dapat dijumpai, baik sebagai rumah rakyat maupun rumah pejabat dan perkantoran. Meski demikian, lambat laun bangunan-bangunan baru hadir tanpa mempertimbangkan lanskap (bentang lingkungan) arsitektur banjar yang sudah tertata itu.
"Sekarang ini Banjarmasin diserbu rumah toko yang desainnya semena-mena, tidak mempertimbangkan kepatutan budaya," papar Taufik Arbain, pemerhati budaya Banjar yang juga aktivis Center for Regional Development Studies (CRDS) Kalimantan Selatan.
Taufik mencontohkan, bangunan baru Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin di Jalan Ahmad Yani, Banjarmasin, yang berada di jalan protokol yang mengadopsi murni joglo jawa. Seharusnya, menurut Taufik, tidak selayaknya bangunan rumah publik tersebut di tengah lanskap arsitektur banjar.

"RSUD Ulin yang berarsitektur joglo jawa adalah sebuah malapetaka budaya yang cukup kuat untuk melegitimasi bahwa kita benar-benar lupa akan komitmen melestarikan budaya," tegas Taufik. Taufik mempertanyakan, mengapa desain bangunan publik seperti itu disetujui pemerintah?
Sastrawan dan budayawan Banjar yang juga pengajar di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat, Jarkasi, mengemukakan, bangunan di tepi jalan raya dan bangunan publik memang tidak semestinya mengabaikan konteks budaya lokal. Walau begitu, lanjutnya, bangunan-bangunan itu tidak harus 100 persen memaksakan diri menjadi bangunan Banjar.

"Kami tidak menuntut muluk-muluk bangunan publik harus bertipe rumah banjar 100 persen. Akan tetapi, hanya dengan mengadopsi ornamen-ornamen budaya Banjar pun sudah cukup. Kami sadar bahwa segala sesuatu itu dinamis," kilah Jarkasi.
Arsitektur rumah banjar tampaknya akan tergusur rumah modern mengingat sikap pasif pemerintah. Banyak bangunan "asing" yang terus bermunculan di antara rumah- rumah tradisional. Rumah adat banjar yang megah khas tropis itu kini terus diempas badai modernisasi. (Amir Sodikin)



Pondasi Tiang Pancang



PONDASI TIANG PANCANG



                Pondasi tiang pancang (pile foundation) adalah bagian dari struktur yang digunakan untuk menerima dan mentransfer (menyalurkan) beban dari struktur atas ke tanah penunjang yang terletak pada kedalaman tertentu.

                Tiang pancang bentuknya panjang dan langsing yang menyalurkan beban ke tanah yang lebih dalam. Bahan utama dari tiang adalah kayu, baja (steel), dan beton. Tiang pancang yang terbuat dari bahan ini adalah dipukul, di bor atau di dongkrak ke dalam tanah dan dihubungkan dengan Pile cap (poer). Tergantung juga pada tipe tanah, material dan karakteistik penyebaran beban tiang pancang di klasifikasikan berbeda-beda.


                 Pondasi tiang sudah digunakan sebagai penerima beban dan sistem transfer beban bertahun-tahun. Pada awal peradaban, dari komunikasi, pertahananan, dan hal-hal yang strategik dari desa dan kota yang terletak dekat sungai dan danau. Oleh sebab itu perlu memperkuat tanah penunjang dengan beberapa tiang.Tiang yang terbuat dari kayu (timber pile) dipasang dengan dipukul ke dalam tanah dengan tangan atau lubang yang digali dan diisi dengan pasir dan batu.

               Pada tahun 1740, Christoffoer Polhem menemukan peralatan pile driving yang mana menyerupai mekanisme Pile driving saat ini. Tiang baja (Steel pile) sudah digunakan selama 1800 dan Tiang beton (concrete pile) sejak 1900. Revolusi industri membawa perubahan yang penting pada sistem pile driving melalui penemuan mesin uap dan mesin diesel.

               Lebih lagi baru-baru ini, meningkatnya permintaan akan rumah dan konstruksi memaksa para pengembang memanfaatkan tanah-tanah yang mempunyai karakteristik yang kurang bagus. Hal ini membuat pengembangan dan peningkatan sistem Pile driving. Saat ini banyak teknik-teknik instalasi tiang pancang bermunculan.


Seperti tipe pondasi yang lainnya, tujuan dari pondasi tiang adalah :

- untuk menyalurkan beban pondasi ke tanah keras

- untuk menahan beban vertical, lateral, dan beban uplift


                    Struktur yang menggunakan pondasi tiang pancang apabila tanah dasar tidak mempunyai kapasitas daya pikul yang memadai. Kalau hasil pemeriksaan tanah menunjukkan bahwa tanah dangkal tidak stabil & kurang keras atau apabila besarnya hasil estimasi penurunan tidak dapat diterima pondasi tiang pancang dapat menjadi bahan pertimbangan. Lebih jauh lagi, estimasi biaya dapat menjadi indicator bahwa pondasi tiang pancang biayanya lebih murah daripada jenis pondasi yang lain dibandingkan dengan biaya perbaikan tanah.

                Dalam kasus konstruksi berat, sepertinya bahwa kapasitas daya pikul dari tanah dangkal tidak akan memuaskan,dan konstruski seharusnya di bangun diatas pondasi tiang. Tiang pancang juga digunakan untuk kondisi tanah yang normal untuk menahan beban horizontal. Tiang pancang merupakan metode yang tepat untuk pekerjaan diatas air, seperti jetty atau dermaga. (Willy).




Sumber : Internet

Komponen Lantai pada Bangunan

-->
KOMPONEN 3
LANTAI BANGUNAN

Lantai bangunan bisa kita bedakan atas :
A.    STRUKTUR LANTAI
B.     BAHAN PENUTUP LANTAI


A. STRUKTUR LANTAI

Struktur beton dapat di buat dari plat beton bertulang dengan menggunakan bekisting dan besi beton. Penggunaan bekisting si sini bersifat sementara. Untuk lantai tingkat.
Melaksanakan struktur lantai tingkat dengan menggunakan plat bondex sebagai bekisting tetap.

BONDEX

Bondex ialah geladak baja yang di galvanis dengan berat lapisan seng 200 gram/m2, bertegangan 5500 Kg/cm dan berfungsi rangkap dalam plat beton, yaitu :
A.    Sebagai bekisting tetap (tidak di bongkar lagi)
B.     Sebagai penulangan positif (one way reinforcement)


B. BAHAN PENUTUP LANTAI

Jenis- jenis bahan penutup lantai

1.      UBIN PC atau TEGEL
2.      UBIN TERASO :
-          TERALUX
-          KARANGLUX
-          MARLUX, dll
3.      UBIN KERAMIK
4.      UBIN MOZAIK
5.      UBIN VINYL
6.      UBIN MARMER / BATU PUALAM
7.      UBIN GRANIT
8.      KARPET
9.      UBIN MELAYANG / RAISED FLOOR

..........................................
1. UBIN PC atau TEGEL

Ubin PC atau Tegel ialah ubin cetak bahan dasar PC, lapisan kepalanya memberi corak pada bagian kepala atau badannya sehingga berwarna sama atau berbeda-beda.

Dimensi ubin : 20x20 cm, 30x30 cm, tebal 2,5 cm

Dari bentuk dan coraknya :
·         UBIN PC KEPALA BASAH (Polos/ berwarna)
- Permukaannya agak licin, berkilat
·         UBIN PC KEPALA KERING (Polos/ berwarna)
- Permukaannya agak kasar, tidak berkilat
·         UBIN PC MARBLON atau UBIN PUALAM TIRUAN
·         UBIN PC WAFEL
- Ubin PC yang permukaannya beralur tegak lurus atau diagonal
·         UBIN PC BADAK
- Ubin PC yang permukaannya berpetak-petak tak beraturan ( segitiga smpai dengan segi enam)
·         UBIN PC GRIP
- Ubin PC yang permukaannya beralur garis sejajar atau diagonal.

2. UBIN TERASO


Ubin teraso ialah ubin cetak yang bahan dasarnya, terdiri atas campuran semen Portland (PC) atau sejenisnya dengan bubuk kasar/butir kasar batu alam yang berwarna satu atau beraneka warna.
Ukuran ubin teraso                       : 20x20 cm, 30x30 cm, 40x40 cm, tebal 3 cm
Ukuran ubin teraso cor di tempat : Ukuran bebas

Standard normalisasi untuk UBIN PC, sesuai : SII 0014 – 17


3. UBIN KERAMIK

Ubin keramik adalah ubin yang keras, rata dan permukaannya bertekstur, di olah dari bahan keramik tungggal atau campuran dengan proses pembakaran suhu tinggi.
Ketebalan ubin :  0,60 – 0,80 cm ,standar ukuran 10x20 cm, 20x20 cm dan
30x30 cm.
Jenis keramik ini :
-          PORSELIN
-          MOZAIK

                                              
UBIN MOZAIK


4. UBIN VINYL

Ubin vinyl adalah sejenis ubin plastik yang di olah dari jenis resin ditambah beberapa bahan filler, extender, pigment dan stabilizer melalui proses “Calendering” panas yang menghasilkan ketebalan : 1,6 -2 mm
Jenis ubin Vinyl : - UBIN VINYL PVC
                             - UBIN ASBEST

Standard normalisasi untuk UBIN VINYL sesuai : BS 3260-1969, MENTHOD 507 A of BS 2782-1965


5. UBIN MARMER

Marmer adalah bahan galian alam Indonesia berasal dari batu kapur yang mengalami rekristalisasi akibat pengaruh tekanan sangat tinggi berlangsung sangat lama, memiliki aneka ragam corak dan warna.


6. UBIN GRANIT

Ubin granit adalah jenis marmer atau batu pualam khusus produk import. Permukaan lebih licin dan berkilau.


7. KARPET (CARPET)

Kapet adalah bahan bangunan penutup lantai , berbulu padat atau tebal pada bagian bawahnya terdapat beberapa macam wall to wall carpet :

a.       Memakai lapisan plastic
b.      Memakai lapisan karung goni
c.       Memakai lapisan busa/ karet
d.      Tanpa lapisan
e.       Berbulu tebal
f.       Berbulu padat dan sebagainya


8. PENUTUP LANTAI DENGAN RAISED FLOOR

Raised floor (lantai berongga atau melayang) ialah jenis lantai yang di pasang di atas suatu struktur lantai tertentu, sehingga berongga.

PELENGKAP KOMPONEN LANTAI
       1. UBIN PLINT  :  ukuran 10x20 cm,
 2. UBIN TEPI     : satu sisi ubin bertepi bulat, digunakan untuk batas tepi lantai.
 3. UBIN SUDUT : dua sisi yang berdekatan bertepi bulat.



Jumat, 07 Januari 2011

Rumah Tahan Gempa dari Sengkang Benar

Rumah Tahan Gempa dari Sengkang Benar


JAKARTA, KOMPAS.com — Betapa banyak rumah masyarakat yang rusak akibat gempa. Menilik musibah gempa Tasikmalaya pada 2 September 2009, Badan Nasional Penanggulangan Bencana melaporkan, 67.760 rumah rusak berat dan 150.839 rumah rusak ringan hanya di beberapa wilayah Jawa Barat.

Hengki Wibowo Ashadi, pengajar di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Kamis (10/9), mengatakan, membangun rumah tahan gempa tidak rumit, hanya menuntut pembentukan detail yang tepat di bagian-bagian tertentu.

”Membangun rumah tahan gempa tidak pula mahal. Pemilihan material bisa dimulai dari pemanfaatan reruntuhan batu bata bekas hingga penggunaan material ringan, seperti papan gabus untuk lapisan bagian dalam dinding dengan permukaannya dilapisi beton tipis,” kata Hengki, Kamis (10/9) di ruang kerjanya di Jakarta.

Hengki mengatakan, sebagian besar korban tewas akibat gempa adalah korban yang tertimpa bangunan. Untuk mengurangi risiko tersebut pada masa-masa mendatang, masyarakat yang tinggal di daerah rawan gempa patut mempertimbangkan metode-metode pembangunan rumah tahan gempa.

Berkaca dari gempa Tasikmalaya, sesuai laporan terakhir Badan Nasional Penanggulangan Bencana, terdapat 80 orang tewas dan 47 orang dinyatakan hilang. Kemudian sebanyak 1.142 orang terluka. Ini sangat tragis. Andai saja bangunan rumah mereka tahan gempa.

Dari jumlah ribuan rumah penduduk yang rusak akibat gempa, ternyata masih ada data tambahan 1.193 unit bangunan sekolah rusak berat dan 1.664 unit sekolah rusak ringan. Ini menunjukkan, kalangan dunia pendidikan pun masih abai terhadap bangunan tahan gempa.

Sengkang yang benar


Hengki menuturkan, membuat rumah tahan gempa dengan bentuk yang lazim dibuat penduduk seperti sekarang itu mudah dan murah. Kuncinya pada detail penempatan dan pembuatan sengkang (ring pada balok) yang harus benar.

”Saya pernah menyurvei toko-toko bangunan yang menjual kerangka besi untuk balok-balok beton. Rata-rata penempatan posisi sengkang salah semua,” kata Hengki.

Posisi sengkang yang benar bertujuan supaya rumah yang dibangun nantinya tahan gempa. Sengkang yang benar mencermati kerapatan posisi sengkang di ujung-ujung setiap balok beton. Sengkang pada kedua ujung balok itu harus rapat.

Jarak kerapatan sengkang satu sama lain bisa sekitar 5 sentimeter. Namun, patokan yang benar, batu untuk campuran beton yang dipergunakan harus tak bisa lolos. Kalau ukuran kerikil batu sekitar 2 sentimeter, mau tak mau kerapatan sengkang tak lebih dari 2 sentimeter.

Untuk ketinggian rangkaian, posisi sengkang yang rapat itu ditetapkan dua kali lebar balok yang ingin dibentuk. Kalau lebar balok 20 sentimeter, rangkaian sengkang yang merapat di kedua ujung balok tersebut panjangnya harus 40 sentimeter.

”Posisi sengkang yang merapat di kedua ujung balok menjadi penahan gerakan gempa. Bentuk detail sengkang pada ujung balok beton ini yang paling penting, tetapi masih banyak diabaikan,” kata Hengki.

Berdasarkan survei ke toko-toko bangunan yang menjual sengkang, menurut Hengki, bentuk sengkang yang dijual di toko-toko bangunan itu rata-rata salah. ”Ujung besi sengkang yang salah itu posisinya tak dibelokkan ke tengah-tengah diagonal sengkang,” kata Hengki.

Ujung besi sengkang yang dibelokkan ke tengah diagonal berfungsi memberi kekuatan yang lebih untuk menahan gaya gempa.

Terkait dengan penguatan struktur tulang lainnya yang sering diabaikan masyarakat, lanjut Hengki, yaitu tidak ada penjangkaran pada sambungan balok beton vertikal dengan horizontal.

Penjangkaran atau pembelokan ujung besi balok horizontal ke bawah menempel besi balok vertikal itu memiliki rumus panjang 20 kali diameter besi yang digunakan. Kalau besi yang digunakan berdiameter 10 milimeter, penjangkarannya cukup dengan 200 milimeter.

Balok beton fleksibel

Metode lain membuat rumah tahan gempa adalah dengan pembentukan balok beton fleksibel. Balok beton fleksibel tidak menyatu dengan lapisan dinding, tetapi hanya dihubungkan dengan pelat baja.

”Ketika terjadi gempa, struktur balok beton fleksibel itu dibebaskan bergerak. Namun, lapisan dinding dipertahankan tidak bergerak supaya terhindar dari keretakan,” kata Hengki.

Pada prinsipnya, bangunan atau rumah tahan gempa itu menggunakan material yang ringan, tetapi kuat. Logikanya, ketika terpaksa harus runtuh akibat gempa, struktur bangunan dari material ringan itu tidak akan sampai mematikan.

”Di sinilah letak penting untuk kembali menengok cara-cara tradisional kita dalam mendirikan bangunan atau rumah dengan kayu dan bambu. Kemudian, atapnya berupa ijuk, dan sebagainya,” kata Hengki.

Pemilihan material seperti kayu dan bambu memenuhi unsur ringan dan kuat, seperti pembuatan dinding dengan gedek atau rajutan bilah bambu itu jelas akan membentuk lapisan dinding yang ringan dan ramah terhadap gempa.

Untuk menempuh kembali metode tradisional tersebut, Hengki mengatakan, langkah terpenting adalah membuat material yang lebih kuat dan tahan lama, seperti melapisi bambu dengan polimer.


sumber : kompas

EKOLOGI, FLEKSIBILITAS, DAN TEKNOLOGI


EKOLOGI, FLEKSIBILITAS, DAN TEKNOLOGImumbaitower1.jpg



Dunia arsitektur dewasa ini juga kini dihadapkan pada suatu isu baru. Krisis energi karena sumber daya alam yang dieksploitasi sejak era industrialisasi dunia kini terasa gejalanya. Perubahan iklim, pemanasan global, dan bencana lainnya menjadi dampak dari krisis energi dan perusakan lingkungan. Jelas sekali dunia konstruksi menjadi salah satu penyebabnya. Sepertinya pernyataan tentang isu berkelanjutan melalui konferensi internasional yang menghasilkan pernyataan:


“… Sustainable development is development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs…”(Bruntdland report, 1987)




Kini menjadi keharusan karena tekanan keadaan.
Fenomena ini yang kemudian memberikan pelajaran bagi arsitektur kontemporer Indonesia. Dimana modernitas, lokalitas dan faktor ekologis kita yang memiliki iklim tropis harus dikedepankan. Pencarian beralih menuju arsitektur modern tropis. Beberapa arsitek muda kini juga berlomba-lomba untuk menyelamatkan keberadaan bumi ini. Seperti Adi Purnomo yang banyak menghasilkan karya rumah tinggal yang kaya akan area hijau, Jimmy Priatman yang berhasil membuat bangunan hemat energi dan masuk nominasi Aga Khan Award, dan tokoh arsitek muda lainnya.


Isu lainnya yang menjadi berkembang adalah ketersediaan lahan. Kurang berhasilnya penerapan otonomi daerah pemerintahan reformasi kita ini tetap menjadikan kota sebagai pusat perekonomian nasional. Akibatnya lahan di perkotaan semakin menipis. Membuat karya arsitektur selain ramah lingkungan kini dihadapkan pada suatu kenyataan penyempitan ruang binaan. Bangunan yang efisien dengan keadaan dan “compact” dengan segala bentuk keadaan mulai ditinjau dalam penerapan arsitektur kontemporer.


Tantangan ini yang kemudian menjadi “pekerjaan rumah” (PR) para arsitek muda kita sekarang dan untuk masa akan datang. Menjaga unsur lokalitas dan arus globalitas, antara tradisi dan isu terkini harus segera dijawab dengan sebuah karya yang nyata dan berkesinambungan.


acuan pustaka
Bahan Perkuliahan Magister Arsitektur. Advance Visual Design. Dosen Prof. Drs. Yusuf Affendi, M.A.
Capon, David. Categories in Architectural Theory and Design, Design Studies. Hal. 215-226.
Antoniades, Anthony. Phoetic of Architecture.
Kusno, Abidin. Behind the Postcolonial: Architecture, Urban Space and Political Cultures in Indonesia, London: Routledge 2000.
Nanda, Widyarta. Mencari Arsitektur Sebuah Bangsa. Wastu Lanas Grafika 2007.
Budihardjo, Eko. Arsitek dan Arsitektur Indonesia. Andi Yogyakarta 1997.
Budihardjo, Eko. Jati Diri Arsitektur Indonesia. Alumni Bandung 1997.
Ikhwanuddin. Menggali Pemikiran Postmodernisme Dalam Arsitektur. Gadjah Mada University Press 2005.
Frick, Heinz. Dasar-dasar Eko-arsitektur. Penerbit Kanisius 1997.
Akmal, Imelda. Indonesian Architecture Now. Borneo 2005.
Tardiyana, Ahmad. Antar, Yori. The Long Towards Recognation. Gramedia 2002.
Majalah iDEA Edisi 48/IV/2008. Gramedia Majalah.
www.kompas.com
www.iai.or.id
www.iai-jakarta.com

ARSITEKTUR KONTEMPORER INDONESIA

ARSITEKTUR KONTEMPORER INDONESIA





Awal tahun 1990-an ditandai pengaruh postmodernisme pada bangunan umum dan komersil di Jakarta dan kota besar lainnya. Hadirnya kontribusi signifikan dari para arsitek muda yang berusaha menghasilkan desain yang khas dan inovatif untuk memperkaya khasanah arsitektur kontemporer di Indonesia.


 Di antaranya adalah mereka yang terhimpun dalam kelompok yang sering dianggap elitis, yaitu Arsitek Muda Indonesia (AMI). Dengan motto “semangat, kritis, dan keterbukaan” kiprah AMI juga didukung oleh kelompok muda arsitek lainnya seperti di Medan, SAMM di Malang, De Maya di Surabaya dan BoomArs di Manado. Untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha kreatif di kalangan arsitek praktisi, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) juga mulai memberikan penghargaan desain (design award) untuk berbagai kategori tipe bangunan.

Karya-karya arsitektur yang memperoleh penghargaan dimaksudkan sebagai tolok ukur bagi pencapaian desain yang baik dan sebagai pengarah arus bagi apresiasi arsitektural yang lebih tinggi.

Penghargaan Aga Khan Award dalam arsitektur yang diterima Y.B. Mangunwijaya pada tahun 1992 untuk proyek Kali Code, telah berhasil memotivasi arsitek-arsitek Indonesia untuk melatih kepekaan tehadap tanggung jawab sosial budaya.


Krisis moneter tahun 1997 mengakibatkan jatuhnya pemerintahan Orde Baru telah melumpuhkan sector property dan jasa professional di bidang arsitektur. Diperlukan hampir lima tahun untuk kembali, namun kerusakan yang sedemikian parah mengakibatkan kemunduran pada semua program pembangunan nasional.

Kini, arsitek kontemporer Indonesia dihadapkan pada situasi paradoksikal: Bagaimana melakukan modernisasi sambil tetap memelihara inti dari identitas budaya?


Karya-karya kreatif dan kontemporer kini menjadi tonggak baru dalam perkembangan arsitektur Indonesia. Dengan pemikiran dan isu baru yang menjadi tantangan arsitek muda. Seiring pergerakan AMI memberikan semangat modernisme baru yang lebih sensitif terhadap isu lokalitas dan perubahan paradigma arsitektur di Indonesia.

KESATUAN DAN KERAGAMAN BUDAYA DALAM ARSITEKTUR


KESATUAN DAN KERAGAMAN BUDAYA DALAM ARSITEKTUR


Sejak kejatuhan Sukarno pada tahun 1965, pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Suharto menyalurkan investasi asing ke Jakarta dan telah melaksanakan rencana modernisasi dengan tujuan pembangunan ekonomi di Indonesia. Proyek yang ditinggalkan Sukarno kemudian diselesaikan oleh Gubernur DKI Jakarta pada saat itu Ali Sadikin.

Ali Sadikin juga bermaksud menjadikan Jakarta sebagai tujuan wisata bagi wisatawan dari Timur dan Barat. Sehingga pada tahun 1975, dikembangkan suatu program konservasi bagian Kota Tuan di Jakarta dan beberapa situs-situ sejarah lainnya. Program ini sedikit demi sedikit mengubah sikap masyarakat terhadap warisan arsitektur kolonial.
 
Sejak awal 1970-an, kondisi ekonomi di Indonesia semakin membaik, yang berdampak pada kebutuhan akan jasa perencanaan dan perancangan arsitektur berkembang pesat. Maka munculla biro-biro arsitektur yang menangani proyek badan pemerintahan, BUMN, dan para “orang kaya baru”. Sayangnya para arsitek professional di Indonesia tidak siap menerima tantangan besar tersebut. Yang tidak memiliki pilihan doktrin fungsional dari arsitektur modern membelenggu pengembangan karakter unik dalam arsitektur kontemporer pada masanya. Sementara itu kalangan elit dan golongan menengah keatas mengekspresikan kekayaan dan status sosialnya melalui desain yang monumental dan eklektik dengan meminjam ornamen arsitektur Yunani, Romawi, dan Spanyol.


Kekecewaan terhadap kecenderungan meniru dan eklektik ini membawa arsitek Indonesia pada suatu gagasan untuk mengembangkan karakter arsitektur Indonesia yang khas. Suharto memegang peran utama untuk membangkitkan kembali kerinduan pada kehidupan pedesaan Indonesia, melalui tema-tema arsitektur etnik. Jenis arsitektur ini kemudian dipahami sebagai langgam resmi yang dianjurkan. Ditandai juga dengan pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII).


Para arsitek muda sebagian besar juga kecewa terhadap tendensi eklektis dari arsitektur modern di dalam negeri. Yang kemudian semakin menyoroti secara simpatik pada arsitektur tradisional. Mereka menyoroti perbedaan kontras antara arsitektur modern dengan arsitektur tradisional sedemikian rupa sehingga arsitektur tradisional diasosiasikan dengan “nasional”, dan arsitektur modern dengan “asing” dan “barat”.


4) MENCARI IDENTITAS ARSITEKTUR INDONESIArektorat ui.jpg


Pada pertengahan tahun 1970-an, masalah langgam dan identitas arsitektur nasional menjadi isu utama bagi arsitek Indonesia. Terhadap masalah langgam dan identitas arsitektur nasional pandangan arsitek Indonesia menjadi tiga kelompok yang berbeda. Kelompok pertama berpendapat bahwa arsitektur Indonesia sebenarnya sudah ada, terdiri atas berbagai jenis arsitektur tradisional dari berbagai daerah. Implikasinya adalah penerapan elemen arsitektur tradisional yang khas, seperti atap dan ornamen.


Kelompok arsitek kedua bersikap skeptis terhadap segala kemungkinan untuk mencapai langgam dan identitas arsitektur nasional yang ideal. Kelompok ketiga adalah sebagian akademisi arsitektur yang secara konsisten mengikuti langkah “bapak” mereka, V.R. van Romondt. Mereka berpendapat bahwa arsitektur Indonesia masih dalam proses pembentukan, dan hasilnya bergantung pada komitmen dan penilaian kritis terhadap cita-cita budaya, selera estetis, dan perangkat teknologi yang melahirkan model dan bentuk bangunan tradisional pada masa tertentu dalam sejarah.

Mereka yakin bahwa pemahaman yang lebih mendalam terhadap prinsip tersebut dapat memberikan pencerahan atau inspirasi bagi arsitek kontemporer untuk menghadapi pengaruh budaya asing dalam konteks mereka sendiri.


Dalam periode 1980-1996 institusi keprofesian dan pendidikan arsitektur mengalami perkembangan pesat, Pertumbuhan sector swasta yang subur serta investasi dengan korporasi arsitektur asing mulai mengambil alih segmen pasar kelas atas di ibukota dan daerah tujuan wisata seperti Pulau Bali. Dapat dikatakan bahwa arsitektur kontemporer di Indonesia tidak menunjukkan deviasi yang radikal terhadap perkembangan arsitektur modern di dunia pada umumnya.


Sebenarnya pada pertengahan 1970-an telah ada usaha untuk menciptakan suatu langgam khusus, suatu bentuk identitas “Indonesia”, tetapi hanya terbatas pada proyek arsitektur yang prestisius seperti bandara udara internasional hotel, kampus, dan gedung perkantoran. Sangat jelas bahwa proyek penciptaan langgam dan identitas arsitektur Indonesia termotivasi secara politis.



acuan pustaka
Bahan Perkuliahan Magister Arsitektur. Advance Visual Design. Dosen Prof. Drs. Yusuf Affendi, M.A.
Capon, David. Categories in Architectural Theory and Design, Design Studies. Hal. 215-226.
Antoniades, Anthony. Phoetic of Architecture.
Kusno, Abidin. Behind the Postcolonial: Architecture, Urban Space and Political Cultures in Indonesia, London: Routledge 2000.
Nanda, Widyarta. Mencari Arsitektur Sebuah Bangsa. Wastu Lanas Grafika 2007.
Budihardjo, Eko. Arsitek dan Arsitektur Indonesia. Andi Yogyakarta 1997.
Budihardjo, Eko. Jati Diri Arsitektur Indonesia. Alumni Bandung 1997.
Ikhwanuddin. Menggali Pemikiran Postmodernisme Dalam Arsitektur. Gadjah Mada University Press 2005.
Frick, Heinz. Dasar-dasar Eko-arsitektur. Penerbit Kanisius 1997.
Akmal, Imelda. Indonesian Architecture Now. Borneo 2005.
Tardiyana, Ahmad. Antar, Yori. The Long Towards Recognation. Gramedia 2002.
Majalah iDEA Edisi 48/IV/2008. Gramedia Majalah.
www.kompas.com
www.iai.or.id
www.iai-jakarta.com